Jumat, 25 Maret 2016

Redesain Museum dan Mini Theater dengan Penekanan Arsitektur Infill

Hai fabeas!
Alhamdulillah masa pemilihan judul Tugas Akhir tahap satu selesai juga. Dari tiga judul yang aku kirimkan, satu telah diterima!!! >.< Dan luck banget yang diterima adalah yang paling aku sukak. Hehe. Dan ini yang aku share adalah salah satu yang tidak terpilih, siapa tahu bisa jadi inspirasi atau referensi teman-teman.

Menurut aku sih bukan jelek *narsis* hanya saja yang terpilihlah yang lebih kuat latar belakangnya, and maybe its more interesting. Maaf yang terpilih nggak dibocorin hehe. Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan huehehe. Okedeh. Simak Bab Pendahuluan tentang Redesain Museum saya dibawah ini. Bagi kamu yang ingin mendownloadnya, silakan hubungi saya di email ini (alfina.red@gmail.com)

.

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK ARSITEKTUR


PROPOSAL SINOPSIS PROYEK AKHIR
Nama: Noor Alfina
Nim: 5112412071
Prodi: Teknik Arsitektur, S1



BAB I PENDAHULUAN


1.1. Pengertian Judul
 “Redesain Museum dan Mini Theater Dirgantara Mandala Yogyakarta dengan penekanan Arsitektur Infill” merupakan judul dari kegiatan perencanaan ini.

Redesain berasal dari kata re- dan desain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, desain adalah rancangan dan re- adalah kembali atau sekali lagi. Maka redesain adalah suatu kegiatan merancang kembali sebuah objek dengan tujuan tertentu. 

Museum merupakan institusi permanen, nirlaba, melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengkonservasi, meriset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan kesenangan.
Museum Dirgantara Mandala adalah objeknya. Merupakan museum perjuangan yang memamerkan berbagai jenis pesawat terbang yang pernah dimiliki Indonesia, khususnya TNI AU.

Mini theater berarti sebuah tempat pemutaran film dengan skala bentang kecil. Sedangkan arsitektur infill dalam hal ini merupakan konsep yang mengacu pada aspek kontekstual yang berpengaruh terhadap penyisipan sebuah bangunan baru ke dalam kawasan bersejarah.

Sehingga judul dapat dimaknai sebagai suatu usaha merencanakan dan merancang kembali Museum dan Mini Theater Dirgantara Mandala Yogyakarta dengan memberikan keharmonisan dalam dua buah struktur dari masa yang berbeda tanpa mengurangi nilai-nilai historikalnya.


1.2. Latar Belakang

1.2.1. Latar Belakang Awal Mula Perencanaan Museum Dirgantara Mandala Yogyakarta
Di Indonesia terdapat banyak museum tempat penyimpanan benda-benda bersejarah, Museum Dirgantara Mandala adalah salah satunya. Berbeda dengan museum-museum perjuangan yang lain, di museum ini dipamerkan berbagai jenis pesawat terbang yang pernah dimiliki Indonesia, khususnya TNI AU. Selain itu, di museum yang berlokasi di Yogyakarta ini, terdapat pula diaroma-diaroma perjuangan bangsa Indonesia, khususnya TNI AU dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan NKRI.

Lembaga Pendidikan AKABRI Bagian Udara Yogyakarta yang saat ini bernama Akademi Angkatan Udara/AAU, sudah memiliki Museum Pendidikan / Karbol, sehingga mulailah adanya pemikiran yang mengarah pada pengembangan dan upaya menyatukan/mengintegrasikan kedua Museum tersebut. Di samping itu timbul pemikiran untuk mempertimbangkan dalam menentukan lokasi Museum, bila keduanya berhasil disatukan, yang kemudian mengarah ke Yogyakarta. Adapun dasar pertimbangannya, adalah sebagai berikut:
1. Pada peristiwa 1945 – 1949 Yogyakarta memegangg peranan penting sebagai tempat lahir dan pusat perjuangan TNI- AU.  
2. Yogyakarta adalah tempat penggodokan Taruna-taruna AU calon Perwira TNI AU. 
3. Semangat minat dirgantara, nilai-nilai 45 dan tradisi juang TNI AU mengacu pada semangat Maguwo.

Atas dasar pertimbangan tersebut, maka KASAU mengeluarkan Surat Keputusan No. Kep/II’IV/1978 tanggal 17 April 1978 menetapkan bahwa Museum Pusat AURI yang semula berkedudukan di Jakarta, dipindahkan ke Yogyakarta, diintegrasikan dengan Museum Pendidikan menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala dengan memanfaatkan gedung Link Trainer di kawasan Ksatrian AKABRI Bagian Udara.

Operasi Boyong pemindahan benda-benda koleksi Museum AURI di Jakarta ke Yogyakarta telah dimulai sejak November 1977. Dalam Langkah penyempurnaan pemindahan lebih lanjut berdasarkan Keputusan KASAU No. Skep./04/IV/1978 tanggal 17 April 1978 dilengkapi dengan pemberian nama Museum tersebut dengan nama “Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala”. Pembukaan dan peresmian Museum ini bersamaan pula dengan peresmian Museum Sekbang Pertama 1945 yang berlokasi di dekat Base Ops Lanud Adi Sutjipto, yang dilakukan oleh Kepala Staf TNI-AU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi, bertepatan dengan peringatan Hari Bakti TNI AU 19 Juli 1978. Perlu dicatat bahwa Pembinaan Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala, mencangkup pula Museum Sekbang Pertama tahun 1945 yang berlokasi di dekat Base Ops Lanud Adisujipto, yang kini telah dialihkan statusnya sebagai Museum Sekbang Pertama dengan nomor Inventaris Monumen TNI-AU/No.in/o1/Adi/Men.

Dengan pertimbangan bahwa koleksi Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala teus berkembang dan bertambah terutama Alustista Udara berupa pesawat terbang, sehingga gedung museum di Kesatrian AKABRI Bagian Udara tidak dapat menampung, serta lokasinya sukar dijangkau pengunjung, maka Pimpinan TNI-AU memutuskan untuk memindahkan lagi.

Pimpinan TNI-AU kemudian menunjuk dan memutuskan bahwa gedung bekas pabrik gula di Wonocatur Lanud Adisujipto yang di masa pendudukan Jepang digunakan sebagai gudang logistic, segera direhabilitasi untuk dimanfaatkan sebagai Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala pada tanggal 17 Desember 1982 Kepala Staf TNI-AU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani sebuah prasasti. Hal ini diperkuat dengan Surat Perintah Kepala Staf TNI-AU No. Sprin/05/IV/1984 tanggal 11 April 1984 tentang rehabilitasi gedung bekas pabrik gula tersebut untuk dipersiapkan sebagai gedung permanen Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala. Dalam perkembangan selanjutnya pada tanggal 29 Juli1984 Kepala Staf TNI-AU Marsekal TNI Sukardi meresmikan penggunaan gedung yang sudah direhap tersebut sebagai gedung Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala. Luas area museum seluruhnya lebih kurang 4,2 Ha. Luas bagunan seluruhnya yang digunakan 8.735 m2.

Dalam rangka melengkapi fasilitas museum sebagai sarana penunjang serta untuk lebih meningkatkan penanaman minat dirgantara pada generasi penerus, dibangun Mini Teater yang telah diresmikan oleh Kepala Staf Anagkatan Udara Marsekal TNI Imam Sufaat S. IP pada tanggal 27 Januari 2011. Mini theater merupakan salah satu fasilitas teknologi informasi dan multimedia untuk memberikan informasi kepada para pengunjung melalui pemutaran film tentang berbagai hal terkait kedirgantaraan. (http://tni-au.mil.id/content/museum-pusat-tni-au-dirgantara-mandala)

1.2.2. Latar Belakang Meredesain Museum Dirgantara Mandala Yogyakarta
Tahun 2014 menjadi tahun terakhir dari rangkaian tahun kunjungan museum yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, sejak ditetapkannya tahun 2010 menjadi tahun kunjungan museum di Indonesia. Museum didirikan dengan tujuan utama melestarikan warisan budaya, bukan hanya melestarikan fisik benda-benda warisan budaya, tetapi juga melestarikan makna yang terkandung di dalam benda-benda tersebut dalam sistem nilai dan norma (Direktorat Museum RI, 2008). 

Menurut data Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kemendikbud RI, Jumlah museum se-Indonesia hingga tahun 2011 tercatat sebanyak 227 museum dalam berbagai bentuk. Dari jumlah sebanyak itu sedikitnya terdapat kira-kira 15% di Yogyakarta. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sedikitnya memiliki 33 museum, baik yang dikelola oleh perorangan, swasta maupun pemerintah. Dengan jumlah seperti itu, Yogyakarta merupakan daerah di Indonesia yang memiliki jumlah museum terbanyak. Menurut Humas DPD Barasmus (Badan Pengurus Museum Indonesia) DIY tidak seluruhnya museum tersebut laris dikunjungi oleh wisatawan, hanya sekitar 50 % dari jumlah tersebut yang rutin dan sering dikunjungi oleh wisatawan, sisanya jarang, bahkan tidak dikenal oleh masyarakat maupun wisatawan. Museum yang sering dikunjungi adalah, antara lain: Kraton Yogyakarta, Museum Sono Budoyo, Museum Ullen Sentanu, dan Museum Benteng Vredeburg. Untuk meningkatkan kunjungan masyarakat ke museum, berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pada tahun 2010 Assosiasi Museum Indonesia (AMI) bekerjasama dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI menyelenggarakan program Tahun Kunjungan Museum (TKM) 2010, sebagai langkah awal dari program Gerakan Nasional Cinta Museum.

Sebelum pemerintah menetapkan TKM 2010, Daerah Istimewa Yogyakarta telah menyelenggarakan Festival Museum Yogyakarta sejak tahun 2007 hingga 2011. Festival ini merupakan ajang kreatifitas dan pelayanan pada publik yang bertujuan untuk mempromosikan potensi museum-museum yang dimiliki oleh Yogyakarta. Pada bulan November 2007, mengambil tempat di sepanjang jalan Malioboro dilaksanakan festival opera dan karnaval museum. Kegiatan ini diikuti 22 museum yang ada di DIT. Tahun 2008 kosong, festival tidak diselenggarakan. Tahun 2009 hingga 2011 festival museum tetap diadakan dengan format yang relatif hampir sama dan lokasi di sepanjang jalan Malioboro hingga ke jalan Solo – Plaza Ambarukmo. Pada tahun 2012, format penyelengaraan festival museum sedikit berubah, dengan mengambil tema “Museum Goes to Mall” diselenggarakan di Plaza Ambarukmo.Kemudian pada tahun 2013, festival museum Museum Goes to Kampus diselenggarakan di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjosoemantri (PKKH) UGM. (Barahmus DIY, 2013).

Perkembangan jumlah pengunjung Museum di Yogyakarta terlihat belum menggembirakan, bila dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisatawan di DIY setiap tahunnya. Secara berurutan, jumlah kunjungan wisawatan di DIY pada tahun 2008 adalah 6.269.367 wisatawan, 7.884.213 wisatawan (2009), 8.270.988 wisatawan (2010), 9.300.786 wisatawan (2011), dan sebanyak 11.379.640 wisatawan pada tahun 2012. Ini berarti bahwa pada tahun 2012 hanya sekitar 3.69% dari seluruh wisatawan yang datang ke DIY berkunjung ke museum, demikian juga pada tahun-tahun sebelumnya, tahun  2011 (1.31%), tahun  2010 (3.82%), tahun  2009 (3.97%), dan tahun  2008 (2.24%). Hal ini tidak berbeda jauh dengan pernyataan Direktur Ullen Sentalu Museum, KRT Thomas Haryonagoro walaupun museum mempunyai arti yang sangat penting, kunjungan masyarakat ke museum belum menggembirakan, hanya sekitar 2 persen dari jumlah penduduk per tahun. (http://puspar.ugm.ac.id/ oleh Fernando Marpaung, 2014.)

Oleh karena itu, perlu adanya gebrakan perubahan untuk mencapai target peningkatan wisatawan. Pada peristiwa 1945 – 1949 Yogyakarta memegangg peranan penting sebagai tempat lahir dan pusat perjuangan TNI- AU. Dikenal akan hal tersebut, maka salah satu museum yang membutuhkan sentuhan baru yaitu Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala. Museum yang telah melalui sejarah panjang ini menyimpan benda-benda koleksi yang sebagian besar berupa pesawat terbang yang pernah digunakan oleh TNI-AU, koleksi pesawat terbang tersebut berasal dari berbagai Negara, baik dari Negara Barat maupun dari Timur. Di samping itu dismpan juga pesawat terbang buatan putra-putra bangsa sendiri. Dengan kata lain bahwa koleksi pesawat terbang di Museum Pusat TNI-AU Dirgantara Mandala ini berasal dari hampir seluruh penjuru dunia.

Benda koleksi yang dimiliki Museum Dirgantara ini merupakan ‘harta karun’ sejarah yang harus dijaga. Seiring dengan berkembangnya jaman, masyarakat mulai lupa dan tak acuh terhadap bangunan yang menyimpan aset negara ini. Maka gebrakan yang dimaksud di atas yaitu sebuah usaha merencanakan dan merancang kembali Museum Dirgantara Mandala agar memiliki spirit of place yang menjiwai sebuah tempat peristirahatan pesawat. Mengapa demikian? Karena bangunan yang sekarang diduduki sebagai museum tersebut, merupakan bangunan bekas pabrik gula yang pada dasarnya tidak dirancang untuk sebuah museum pesawat.


Gambar: Kondisi Museum Dirgantara Mandala Yogyakarta


Dengan memberikan sentuhan konsep arsitektur infill pada museum ini, perlu adanya Redesain Museum dan Mini Theater Dirgantara Mandala Yogyakarta yang dapat memberikan keharmonisan dalam kedua buah struktur dari masa yang berbeda tanpa mengurangi nilai-nilai historikal yang telah ada dalam kawasan tersebut. Berdasarkan uraian tersebut diharapkan terciptanya sarana yang dapat menjadi sebuah sarana yang menghibur, mendidik, informatif, serta dapat mendorong animo masyarakat mengunjungi museum.


1.3. Permasalahan
1.3.1.  Permasalahan Umum
Bagaimana merancang kembali sebuah museum dan mini theater sebagai wisata sejarah?

1.3.2.  Permasalahan Khusus
Permasalahan khusus dalam perencanaan kembali ini yaitu bagaimana menciptakan sebuah museum dan mini theater yang menghibur, mendidik, informatif, serta dapat meningkatkan minat masyarakat pada bangunan yang menyimpan sejarah.


1.4. Maksud dan Tujuan
1.4.1.  Maksud
Merencanaan kembali sebuah museum dan mini theater untuk meningkatkan fungsinya sebagai sarana yang menghibur, mendidik, informatif, serta dapat meningkatkan minat masyarakat pada bangunan yang menyimpan sejarah ini.

1.4.2.  Tujuan
1. Merencanakan kembali sebuah museum dan mini theater yang menghibur, mendidik, informatif, serta dapat meningkatkan minat masyarakat pada bangunan yang menyimpan sejarah
2. Menerapkan konsep desain Arsitektur Infill di perencanaan museum dan mini theater ini yaitu dengan memberikan keharmonisan dalam dua buah struktur dari masa yang berbeda tanpa mengurangi nilai-nilai historikalnya


1.5. Manfaat
Redesain Museum dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta sebagai salah satu strategi pengembangan wisata sejarah yang berwujud massa baru tanpa mengurangi nilai-nilai historikalnya dan diharapkan dapat menjadi sarana yang menghibur, mendidik, dan informatif.


1.6. Lingkup Pembahasan
1.6.1. Ruang Lingkup Substansial
Ruang lingkup perencanaan dan perancangan kembali Museum dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta ini meliputi penambahan fungsi baru yang bersifat komersial yaitu museum serta konsep-konsep perancangan yang menitikberatkan pada hal-hal yang berkaitan dengan disiplin ilmu arsitektur, seperti aspek fungsional, teknis, kinerja, kontekstual, serta pada konteks arsitektur infill.

1.6.2. Ruang Lingkup Spasial
Secara administratif, lokasi rencana tapak berada di Yogyakarta dan sesuai dengan peraturan tata guna lahan Yogyakarta.

1.7. Metode Pembahasan
Metode pembahasan yang digunakan dalam penyusunan program dasar perencanaan dan konsep perancangan arsitektur dengan judul Redesain Museum dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta adalah metode deskriptif. Metode ini memaparkan, menguraikan, dan menjelaskan mengenai design requirement (persyaratan desain) dan design determinant (ketentuan desain) terhadap perencanaan dan perancangan museum.

Berdasarkan design requirement dan design determinant inilah nantinya akan ditelusuri data yang diperlukan. Data yang terkumpul kemudian akan dianalisa lebih mendalam sesuai dengan kriteria yang akan dibahas. Dari hasil penganalisaan inilah nantinya akan didapat suatu kesimpulan, batasan dan juga anggapan secara jelas mengenai perencanaan dan perancangan kembali Museum dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta di Kawasan Pantai Tiga Warna.

Hasil kesimpulan keseluruhan nantinya merupakan konsep dasar yang digunakan dalam perencanaan dan perancangan kembali Museum dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta sebagai landasan dalam desain grafis arsitektur.

Dalam pengumpulan data, akan diperoleh data yang kemudian akan dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu:

1.7.1. Data Primer
a. Observasi Lapangan
Dilakukan dengan cara pengamatan langsung di wilayah lokasi dan tapak perencanaan dan perancangan kembali Museum dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta.
b. Wawancara
Wawancara yang dilakukan dengan pihak pengelola serta berbagai pihak-pihak yang terkait dalam perencanaan dan perancangan kembali Museum dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta.
1.7.2. Data Sekunder
Studi literatur melalui buku dan sumber-sumber tertulis mengenai perencanaan dan perancangan Museum dan Mini Thater serta peraturan-peraturan yang berkaitan dengan studi kasus perencanaan dan perancangan kembali Museum dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta.

Berikut ini akan dibahas design requirement dan design determinant yang berkaitan dengan perencanaan dan perancangan kembali Museum dan Mini Thater Dirgantara Mandala Yogyakarta:

a. Pemilihan Lokasi dan Tapak
Pembahasan mengenai pemilihan lokasi dan tapak, dilakukan dengan terlebih dahulu mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penentuan suatu lokasi dan tapak yang layak sebagai perencanaan dan perancangan Museum dan Mini Thater, adapun data yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Data tata guna lahan/peruntukan lahan pada wilayah perencanaan dan perancangan Museum dan Mini Thater.
Data potensi fisik geografis, topografi, iklim, persyaratan bangunan yang dimiliki oleh lokasi dan tapak itu sendiri dan juga terhadap lingkungan sekitarnya yang menunjang terhadap perencanaan dan perancangan sebuah Museum dan Mini Thater.

Setelah memperoleh data dari beberapa alternatif tapak, kemudian dianalisa dengan menggunakan nilai bobot terhadap kriteria lokasi dan tapak yang telah ditentukan untuk kemudian memberi scoring terhadap kriteria x nilai bobot, dan tapak yang terpilih diambil dari nilai yang terbesar.

b. Program Ruang
Pembahasan mengenai program ruang dilakukan dengan terlebih dahulu mengumpulkan data yang berkaitan dengan perencanaan dan perancangan Museum dan Mini Thater, yaitu dilakukan dengan pengumpulan data mengenai pelaku ruang itu sendiri beserta kegiatannya, dilakukan dengan observasi lapangan baik studi kasus maupun dengan studi banding, serta dengan standar atau literatur perencanaan dan perancangan Museum dan Mini Thater.

Persyaratan ruang yang didapat melalui studi banding dengan standar perencanaan dan perancangan Museum dan Mini Thater, sehingga dari hasil analisa terhadap kebutuhan dan persyaratan ruang akan diperoleh program ruang yang akan digunakan pada perencanaan dan perancangan  Museum dan Mini Thater.

c. Penekanan Desain Arsitektur
Pembahasan mengenai penekanan desain arsitektur dilakukan dengan observasi lapangan melalui studi banding pada Museum dan Mini Thater lain serta dengan standar atau literatur mengenai perencanaan dan perancangan yang kaitannya dengan persyaratan bangunan di sebuah Museum dan Mini Thater.

Adapun data yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Aspek konstektual pada lokasi dan tapak terpilih dengan pertimbangan keberadaan bangunan disekitarnya.
Literatur atau standar perencanaan dan perancangan Museum dan Mini Thater.
Setelah memperoleh data tersebut, kemudian menganalisa antara data yang diperoleh dari studi banding dengan standar perencanaan dan perancangan Museum dan Mini Thater sehingga akan diperoleh pendekatan arsitektural yang akan digunakan pada perencanaan dan perancangan Museum dan Mini Thater.


1.8. Sistematika Penulisan
Secara garis besar, sistematika dalam penyusunan Landasan Program Perencanaan dan Perancangan Museum dan Mini Thater diantaranya: 

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, tujuan dan sasaran, manfaat, ruang lingkup, metode pembahasan, sistematika pembahasan, serta alur bahasan dan alur pikir.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi kajian literatur mengenai desain serta standar dan teori Museum dan Mini Thater, perkembangan, pengertian, peraturan perundangan, sistem pengelolaan, persyaratan teknis, dan studi banding.

BAB III TINJAUAN LOKASI
Membahas tentang gambaran umum pemilihan tapak berupa data fisik dan non fisik, potensi dan kebijakan tata ruang pemilihan tapak, gambaran khusus berupa data tentang batas wilayah dan karakteristik tapak terpilih untuk di desain.

BAB IV PENDEKATAN KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
Bab ini menjelaskan tentang uraian dasar-dasar pendekatan konsep perencanaan dan perancangan awal dan analisis mengenai pendekatan fungsional, pelaku dan aktivitasnya, kebutuhan jenis ruang, hubungan kelompok ruang, sirkulasi, pendekatan kebutuhan Museum dan Mini Thater, pendekatan kontekstual, optimaliasi lahan, pendekatan besaran ruang, serta analisa pendekatan konsep perancangan secara kinerja, teknis dan arsitektural.

1.9. Skema Pola Pikir

Skema Pola Pikir
Sumber: Analisis Penulis, 2016.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar