Minggu, 22 Maret 2015

Penelitian Arsitektur - Evaluasi Pasca Huni

Penelitian Arsitektur?
Pada kesempatan ini saya akan berbagi topic ajuan mengenai penelitian di bidang arsitektur. Saya mengambil jenis penelitian yang sederhana yaitu evaluasi pasca huni. Saya mengajukan proposal penelitian ini untuk menyelesaikan tugas pada Mata Kuliah Metodologi Riset Arsitektur. Bangunan yang saya pilih untuk dievaluasi adalah Rusunawa Mahasiswa Putri Unnes yang letaknya di Gunungpati, Semarang. Semoga bermanfaat. :)





BAB I
PENDAHULUAN

 1.1.       Latar Belakang
Pengembangan Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) kini tengah digencarkan oleh pemerintah tepatnya Kementerian Perumahan Rakyat. Pembangunan Rusunawa termasuk Rusunawa Mahasiswa di seluruh Indonesia  masuk  kedalam  salah  satu  program  pemerintah  pusat  yang  di kenal dengan nama “Program Seribu Tower”. Program ini merupakan salah satu kebijakan strategis yang dianggap tepat karena melihat pertumbuhan penduduk Indonesia yang cukup pesat pertahunnya. Diketahui rata – rata pertumbuhan  penduduk  Indonesia  adalah  2,5  %  per-tahun  maka  sampai tahun 2025 menurut ahli demografi jumlah penduduk Indonesia akan mencapai dua kalilipat dari jumlah sekarang. Karena itu diperlukan suatu perencanaan jangka panjang kedepan untuk mengantasipasi kebutuhan penduduk akan permukiman atau hunian.
Adanya Rusunawa mahasiswa yang dibangun salah satunya di Kawasan Universitas Negeri Semarang selain sebagai fasilitas tempat tinggal yang layak dan dekat dengan lingkungan kampus, bagi mahasiswa tahun pertama, juga bisa menjadi wahana pembelajaran  bagi  mahasiwa tinggal  di  hunian  vertikal.  Dengan tinggal di Rusunawa, mahasiswa secara tuntas dapat menyelesaikan masa transisi perkembangan hidup dan mengenal sosio-budaya perguruan tinggi dan masyarakat kampus.
Rusunawa   selain   sebagai   rumah   tinggal   yang   nyaman   bagi mahasiswa sekaligus sebagai tempat pembinaan mahasiswa sehingga memiliki kualitas intelektual, sosial, emosional, dan spiritual yang memadai.
Pelaksanaan pembangunan rumah susun yang didalamnya juga terdapat Rusunawa untuk mahasiswa di Indonesia dimulai pada tahun 1974 hingga sekarang. Ide pemerintah yang telah tersebut sebelumnya yaitu “Program Seribu Tower” dicetuskan tanpa mengadakan evaluasi tentang keberadaan maupun kondisi rumah susun yang telah dibangun dan ditempati oleh penghuninya. Evaluasi sangat penting  dilakukan  terhadap  bangunan  secara  berkala,  yang  bertujuan  untuk melihat secara keseluruhan efektivitas bangunan, apakah  sudah sesuai  dengan tujuannya  didirikan.  Untuk  dapat  mempertahankan  kondisi  kualitas  bangunan sejak perancanaan, konstruksi, penghunian dan pengoperasian perlu dilakukan Building Performance Evaluation (BPE) untuk setiap tahapan terciptanya suatu bangunan. Building Performance Evaluation (BPE) merupakan umpan balik dan evaluasi terhadap setiap tahapan pembangunan. Ada tiga level (tingkatan) hirarki prioritas building performance yaitu (Preiser, 2005):
1.      health, safety and security performance ;
2.      functional, efficient, and work flow performance ;
3.      psychological, social, cultural and aesthetic performance ;
Ketiga level tersebut disusun berdasarkan tingkat kebutuhan manusia yang berinteraksi dengan lingkungan (setting) dari sebuah lingkungan binaan. Setiap level prioritas ini harus dicapai secara bertahap melalui penerapan aspek-aspek kinerja bangunan dalam perancangan sebuah bangunan.
Untuk dapat memperoleh penilaian yang lebih akurat perlu dilakukan evaluasi secara teliti dan cermat terhadap kriteria kesahatan, kenyamanan dan keamanan melalui Building Performance Evaluation (BPE) atau evaluasi kinerja bangunan. Hasil evaluasi ini akan mengindikasikan bagaimana kondisi kinerja bangunan pada saat diadakannya penelitian yang akan dibandingkan dengan Building Performance Requirements pada perencanaan awal.
Disamping dilakukannya evaluasi kinerja bangunan juga perlu dilakukan identifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan kinerja bangunan dan faktor-faktor yang menyebabkan kinerja bangunan tersebut tidak bekerja secara optimal.


1.2.       Rumusan Masalah
Pengadaan sarana rusunawa sebagai fasilitas penunjang hunian mahasiswa Unnes khususnya para putri termasuk hal mendasar yang perlu mendapat perhatian khusus dari pemerintah daerah dan pihak universitas. Akan tetapi banyak rumah susun yang telah dibangun dan dihuni tidak menunjukkan kinerja yang baik, khususnya dalam memenuhi kriteria kesehatan, kenyamanan dan keamanan.
Adapun yang menjadi pertanyaan penelitian dalam penelitian ini adalah:
a.       Bagaimana kondisi eksisting Rusunawa Mahasiswa Putri Unnes?
b.      Bagaimanakah penerapan dan implikasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun terhadap pemenuhan criteria kesehatan, kenyamanan, dan keamanan selama dihuni dan RDTRK Kecamatan Gunungpati terhadap lokasi pembangunan rumah susun mahasiswa tersebut?
c.       Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tidak optimalnya kinerja bangunan dalam memenuhi kriteria kesehatan, kenyamanan dan keamanan sebuah rumah susun sederhana?
d.      Bagaimana rumusan konsep optimalisasi kinerja bangunan untuk perancangan rumah susun sederhana?
1.3.       Tujuan Penelitian
Tujuan  penelitian  ini  adalah  untuk  merumuskan  Konsep  Optimalisasi Building Performance dalam Perancangan Rusunawa Mahasiswa Putri Unnes dengan evaluasi pasca huni yaitu melakukan analisis untuk pemecahan permasalahan yang ada.


1.4.       Sasaran Penelitian
Untuk  mencapai  tujuan  penelitian  maka  perlu  dicapai  sasaran-sasaran seperti diuraikan di bawah ini:
a.       Mengevaluasi kinerja bangunan pada kriteria kesehatan, kenyamanan dan keamanan dalam Rusunawa Mahasiswa Putri Unnes setelah dihuni.
b.      Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan tidak optimalnya kinerja bangunan dalam memenuhi kriteria kesehatan, kenyamanan dan keamanan sebuah rumah susun sederhana.
c.       Merumuskan konsep optimalisasi kinerja bangunan dalam  perancangan Rusunawa Mahasiswa Putri Unnes.


1.5.       Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :
1.      Rumah susun yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah Rusunawa Mahasiswa Putri Unnes.
2.      Penelitian ini tidak menghasilkan detail engineering design baru untuk rancang bangun rumah susun. Hanya merumuskan konsep untuk pengoptimalisasian kinerja bangunan yang telah ada.


1.6.       Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi ruang lingkup wilayah, aspek-penelitian dan substansinya. Penelitian ini dilakukan pada rumah susun sederhana dengan mengambil lokasi studi pada Rusunawa Mahasiswa Putri Unnes.
Substansi  keilmuan  yang akan  digunakan  untuk  membantu  mengevaluasi, membandingkan dan merumuskan konsep optimalisasi building performance dalam  perancangan  rumah  susun  sederhana  adalah  teori  mengenai  kinerja bangunan, Konsep Evaluasi Kinerja Bangunan, Konsep Rumah Sehat dan dukungan dari teori Arsitektur dan Perilaku Manusia, serta berbagai pedoman teknis bangunan rumah di Indonesia.


1.7.       Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menjadi referensi dan pedoman dalam melakukan penelitian yang sama di waktu yang akan datang. Penelitian ini juga diharapkan memberikan kontribusi dalam perkembangan Ilmu Arsitektur, khususnya terhadap teori-teori kinerja bangunan.
Konsep yang dihasilkan dalam penelitian ini diharapkan bermanfaat secara praktis yang dapat digunakan dan diterapkan oleh praktisi dan perencana rumah susun diwaktu yang akan datang. Penelitian ini juga diharapkan menjadi masukan kepada pemerintah dalam memantapkan program pembangunan rumah susun di Indonesia.


1.8.       Sistematika Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi uraian tentang latar belakang, perumusan masalah, maksud dan tujuan, sasaran, batasan, ruang lingkup, manfaat, dan sistematika pembahasan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini menguraikan tentang pengertian rumah susun, perkembangan rumah susun sederhana, teori-teori dan dasar hukum yang terkait dengan penelitian, dan beberapa penelitian terdahulu yang melatarbelakangi peneltian ini.

BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini berisi uraian tentang desain studi, metode pengumpulan data, deinisi operasional, indikator variabel, metode-metode analisis, pendekatan model, dan hipotesis.

BAB IV GAMBARAN UMUM STUDI
Bab ini menjelaskan tentang gambaran umum yang menjelaskan kondisi eksisting Rusunawa Mahasiswa Putri Unnes.

BAB V ANALISIS
Bab ini merupakan penjelasan dari hasil penelitian yang dianalisis mengenai Building Performance Evaluation (BPE) atau evaluasi kinerja bangunan dalam memenuhi kriteria kesehatan, kenyamanan dan keamanan sebuah rumah susun sederhana dan faktor yang membuat kinerja bangunan tersebut tidak optimal.
BAB VI RUMUSAN KONSEP OPTIMALISASI KINERJA BANGUNAN
Dalam bab ini membahas mengenai konsep optimalisasi kinerja bangunan dalam perancangan Rusunawa Mahasiswa Putri Unnes.

SIKLUS DAN FASE SIKLUS REAL ESTATE

SIKLUS REAL ESTATE
http://thepresidentpostindonesia.com/2013/09/16/siklus-properti-pahami-pola-dan-timing-dalam-investasi-properti/


Siklus real estate/siklus properti secara umum timbul karena adanya optimisme yang berlebihan tanpa didasari dengan informasi dan data pendukung yang cukup. Siklus real estate mempunyai ciri dan pola standar yang sederhana, antara lain:

Siklus biasanya dimulai pada saat penawaran seimbang dengan permintaan
  1. Permintaan akan meningkat sejalan dengan perkembangan ekonomi yang akan memberikan peluang terhadap meningkatnya pertumbuhan pembangunan.
  2. Tahap awal ditandai dengan rendahnya tingkat persaingan, kenaikan harga yang cepat, sehingga hasil investasi dapat diperoleh di atas rata – rata.
  3. Tertarik oleh besarnya permintaan dan hasil yang baik, penawaran akan meningkat dan banyak pemain baru masuk ke pasar sehingga persaingan semakin meningkat dan permintaan dapat diimbangu dengan meningkatnya penawaran.
  4. Pengurusan ijin yang dan persetujuan kredik bank yang memakan waktu serta masa pembangunan konstruksi yang juga lama, menyebabkan banyak real estate yang terlambat masuk pasar sehingga tidak terserap pasar.
  5. Tingginya permintaan menyebabkan kualitas menjadi tidak terjamin karena pembangunan konstruksi secepat mungkin demi mengejar keuntungan yang lebih besar, ditambah banyaknya pengembang baru yang tidak berpengalaman yang hanya memikirikan keuntungan jangka pendek, sehingga menyebabkan persaingan semakin tajam lagi yang melahirkan perang harga. Akibatnya, banyak muncul keluhan dan kepercayaan masyarakat juga menurun.
  6. Demikian juga kalangan perbankan dan lembaga pembiayaaan yang lain, begitu meilhat adanya booming di pasar realestate mereka akan berlomba lomba memberikan pinjaman dengan tidak mengindahkan lagi azas kehati hatian yang pada akhirnya menyebabkan banyaknya kredit yang tidak lancer.
  7. Di pihak pengembang sendiri, dengan penjualan yang semakin menurun menyebabkan beban bunga dan pengembalian pinjaman yang semakin berat, memaksa pengembang menurunkan harga jualnya agar memperoleh uang tunai, sehingga menurunkan tingkat keuntungan dan pinjaman semakin suit dikembalikan.
  8. Kesulitan yang dihadapi debitur menyebabkan kreditur (Perbankan dan lembaga keuangan lainnya) mulai membatasi pinjaman, menyebabkan pengembang menghentikan atau menunda pembangunan proyeknya dan konsumen juga mengurungkan niatnya membeli realestate. Proyek yang terhenti banyak kemudian yang diambil alih oleh kreditur atau dilikuidasi karena mereka tidak mampu lagi membayar kewajibannya kepada kreditur.
  9. Dengan lesunya pasar real estate, para pelaku pasar mulai keluar dari pasar sehingga harga properti jauh lebih dalam lagi Keadaan seperti ini berlangsung terus sampai dengan munculnya kembali kepercayaan masyarakat yang akan menyebabkan tumbuhnya kembali permintaan properti dari masyarakat, demikian dan siklus kembali  berputar awal lagi.
 

Pasar properti memiliki empat fase siklus. Setiap fase memiliki karakteristik tersendiri, yang patut diamati untuk mengintip peluang investasi. Menurut pengamat properti Panangian Simanungkalit, ada empat fase siklus pasar properti:
Pasar Aktif (Active Market)
Pada fase ini, terjadi peningkatan permintaan yang tidak disertai peningkatan persediaan. Hal ini membuat harga naik, seiring dengan naiknya jumlah transaksi di pasar. Kondisi seperti ini terjadi pada saat suku bunga dan tingkat inflasi berada di titik paling rendah.
Contoh, pada tahun 1992, dimana bisnis perumahan terlihat begitu aktif. Meski harga naik, tetapi tingkat permintaan tetap tinggi. Di saat seperti ini, pengembang adalah raja, sehingga fase ini disebut sebagai seller’s market. 

Pasar Lembut (Soft Market)
Pada fase pasar lembut, terjadi peningkatan permintaan, tetapi relatif diimbangi oleh peningkatan persediaan. Hal ini membuat kenaikan harga akan mengakibatkan berkurangnya jumlah transaksi, lantaran calon pembeli memiliki lebih banyak pilihan. Fase ini biasa disebut sebagai pasar seimbang (market equilibrium). Kondisi seperti ini umumnya terjadi setelah ekonomi booming, dimana tingkat inflasi mulai tinggi dan ikut mendongkrak suku bunga.
Sebagai contoh, pada 1990, dimana permintaan rumah masih tetap tinggi, namun penjualan menurun saat harga dinaikkan. Hal ini disebabkan harga pada saat pasar aktif telah mencapai titik jenuh.
 

Pasar Bebal (Dull Market)
Di fase ini, terjadi penurunan permintaan, tetapi tidak disertai penurunan persediaan. Dengan demikian, harga secara otomatis akan turun. Kondisi ini berlangsung saat ekonomi mulai terasa sulit (menuju resesi), dimana pemerintah melakukan pengetatan moneter, sementara suku bunga terus dinaikkan guna mengekang inflasi.

Contoh pada tahun 1997, dimana suplai masih tinggi, sementara permintaan terus menurun, karena daya beli masyarakat juga menurun. Di masa seperti ini, tak sedikit orang menjual properti, karena memerlukan dana likuid alias jual karena butuh.
Di pasar primer, melihat penjualan yang makin menurun, biasanya pengembang menurunkan harga jual dengan memberikan banyak insentif dan diskon. Dengan demikian, pembeli akan menikmati keuntungan, karena bisa membeli properti dengan harga lebih murah. Oleh karena itu, fase ini sering disebut buyer’s market.

Pasar Lemah (Weak Market)
Di saat pasar lemah, terjadi penurunan permintaan, tetapi relatif diimbangi dengan penurunan persediaan. Fase ini berlangsung setelah masa resesi ekonomi, dimana kondisi ekonomi mulai normal dan menuju pada fase recovery (pemulihan).
Contoh, pada 1996 permintaan rumah turun akibat tingginya suku bunga KPR yang disertai dengan turunnya persediaan (supply), karena banyak pengembang menghentikan pembangunan. Bila harga diturunkan—terutama pada pasar menengah ke bawah—dan pembeli diberi berbagai fasilitas dan kemudahan, maka tingkat penjualan bisa ditingkatkan.

Sabtu, 14 Maret 2015

Real Estate dan Property

Sejarah Perusahaan Real Estate dan Property
Real  estate  merupakatanah  dan  semua  peningkatan  permanen  di atasnya termasuk bangunan-bangunan, seperti gedung, pembangunan jalan, tanah terbuka, dan segala bentuk pengembangan lainnya yang melekat secara permanen.


Menurut  peraturaperundang-undangan  di  Indonesia,  pengertian  mengenai industri real estate tercantum dalam PDMN No.5 Tahun 1974 yang mengatur tentang industri real estate.  Dalam peraturan ini pengertian industri real estate adalah perusahaan properti yang bergerak dalam bidang penyediaan, pengadaan, serta pematangan tanah bagi keperluan usaha-usaha industri, termasuk industri pariwisata. Sedangkan definisi property menurut SK Menteri Perumahan Rakyat no.05/KPTS/BKP4N/1995, Ps 1.a:4 property adalah tanah hak dan atau bangunan permanen yang menjadi objek pemilik dan pembangunan.


Dengan kata lain, property adalah industri real estate ditambah dengan hukum-hukum seperti sewa dan kepemilikan.


Produk yang dihasilkan dari industri real estate dan property sangatlah beragam. Produk tersebut dapat berupa perumahan, apartment, rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), gedung perkantoran (office building), pusat perbelanjaan berupa mall, plaza, atau trade center. Perumahan, apartment, rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), dan gedung perkantoran (office building) termasuk dalam landed property. Sedangkan mall, plaza, atau trade center termasuk dalam commercial building.


Perusahaan real estate dan property merupakan salah satu sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perkembangan industri real estate dan property begitu pesat saat ini dan akan semakin besar di masa yang akan datang. Hal ini disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk sedangkan supply tanah bersifat tetap.


Diawal tahun 1968, industri real estate dan property mulai bermunculan dan mulai tahun 80-an, industri real estate dan property sudah mulai terdaftar di BEI. Adapun jumlah perusahaan real estate dan property yang terdaftar di BEI pada tahun 2003 berjumlah 30 perusahaan. Mengingat  perusahaan  yang  bergerak pada  sektor  real  estate  dan  property tersebut  adalah  perusahaan  yang sangat  peka  terhadap  pasang  surut perekonomian, maka seiring perkembangannya sektor real estate dan property dianggap menjadi salah satu sektor yang mampu bertahan dari kondisi ekonomi secara makro di Indonesia.


Terbukti dengan semakin banyaknya sektor real estate dan property yang memperluas landbank (aset berupa tanah), melakukan ekspansi bisnis, dan hingga tahun 2014 sektor real estate dan property yang terdaftar di BEI bertambah menjadi 45 perusahaan.



Aktivitas Perusahaan Real Estate dan Property


Industri real estate dan property memiliki berbagai aktivitas dalam operasionalnya. Secara umum, kegiatan usaha pada industri real estate dan property adalah sebagai berikut:
1. Bertindak atas nama pemilik dalam segala hal mengenai pemeliharaan dan pengelolaan baik rumah tinggal, kondominium apartment, dan bangunan lainnya.
2. Industri real estate dan property bertindak untuk mengelola proyek-proyek pembangunan dan pengembangan, melakukan perbaikan dan pemeliharaan gedung.
3. Bergerak dalam bidang usaha pengembang dan pembangunan (real estate) dengan melakukan investasi melalui anak perusahaan.
4. Usaha konstruksi dan pembangunan real estate serta perdagangan umum.
5. Persewaan    perkantoran,    pusat    perbelanjaan,    apartment    dan    hotel, pembangunan perumahan, hotel, dan apartment beserta segala fasilitasnya.
6. Menjalankan usaha di bidang kawasan industri berikut sarana penunjangnya, seperti pembangunan perumahan atau apartment, perkantoran/pertokoan, pembangunan dan pengelolaan instalasi air bersih, limbah, telepon, listrik, penyediaan fasilitas olahraga dan rekreasi di kawasan industri, serta ekspor dan impor barang.
7. Pengembangan  kota  (urban  development),  yang  meliputi  pengembangan kawasan perumahan dan industri, pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum, penyediaan jasa-jasa pendukung.
8. Pengembanga real   estate golf   da country   club serta   kantor   dan perdagangan.
9. Pengelolaan fasilitas rekreasi dan restoran.


Adapun secara umum, industri real estate dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Sektor   perkebunan,   pertambangan,   da perhutana (perkebuna karet, perkebunan kelapa sawit, kehutanan, pertambangan batubara, dan lain-lain).
2. Sektor  perumahan  (rumah  tinggal,  perumahan  multifungsi,  komplek  real estate, dan lain-lain).
3. Sektor komersial (pusat perbelanjaan, pusat perkantoran, apartment, hotel, trade center, dan lain-lain).
4. Sektor industri (komplek perindustrian, baik industri berat, menengah, dan ringan, dan lain-lain).


Industri property, terdiri dari property komersial dan property non komersial. Didalam perusahaan, property terbagi kedalam tiga bagian, yaitu property berwujud, property tidak berwujud, dan surat berharga. Property  berwujud dibagi menjadi dua bagian, yaitu real property yang merupakan perusahaan pengembangan  tanah,  bangunan,  dan  lain-lain,  dan  personal  property  yang meliputi mesin, peralatan, perlengkapan dan furnitur, barang bergerak, peralatan operasional, dan perhiasan. Property tidak berwujud meliputi goodwill, hak paten, franchises, merek dagang, hak cipta, dan proses kepemilikan. Adapun surat berharga meliputi saham, investasi, deposito, dan piutang dagang.


Beberapa jenis usaha industri real estate dan property meliputi: 
1. Penilaian, yaitu profesional penilaian layanan
2. Brokerages, yaitu membantu pembeli dan penjual dalam transaksi.
3. Pengembangan yait meningkatka laha untuk   penggunaa dengan menambahkan atau mengganti bangunan.
4. Manajemen properti, yaitu pengelola properti untuk pemiliknya.
5. Layanan relokasi, yaitu relokasi orang atau usaha negara yang berbeda.

Sumber:  Penelitian oleh anonim.