http://thepresidentpostindonesia.com/2013/09/16/siklus-properti-pahami-pola-dan-timing-dalam-investasi-properti/
Siklus real estate/siklus properti secara umum timbul karena adanya optimisme yang berlebihan tanpa didasari dengan informasi dan data pendukung yang cukup. Siklus real estate mempunyai ciri dan pola standar yang sederhana, antara lain:
Siklus biasanya dimulai pada saat
penawaran seimbang dengan permintaan
- Permintaan akan meningkat sejalan dengan perkembangan ekonomi yang akan memberikan peluang terhadap meningkatnya pertumbuhan pembangunan.
- Tahap awal ditandai dengan rendahnya tingkat persaingan, kenaikan harga yang cepat, sehingga hasil investasi dapat diperoleh di atas rata – rata.
- Tertarik oleh besarnya permintaan dan hasil yang baik, penawaran akan meningkat dan banyak pemain baru masuk ke pasar sehingga persaingan semakin meningkat dan permintaan dapat diimbangu dengan meningkatnya penawaran.
- Pengurusan ijin yang dan persetujuan kredik bank yang memakan waktu serta masa pembangunan konstruksi yang juga lama, menyebabkan banyak real estate yang terlambat masuk pasar sehingga tidak terserap pasar.
- Tingginya permintaan menyebabkan kualitas menjadi tidak terjamin karena pembangunan konstruksi secepat mungkin demi mengejar keuntungan yang lebih besar, ditambah banyaknya pengembang baru yang tidak berpengalaman yang hanya memikirikan keuntungan jangka pendek, sehingga menyebabkan persaingan semakin tajam lagi yang melahirkan perang harga. Akibatnya, banyak muncul keluhan dan kepercayaan masyarakat juga menurun.
- Demikian juga kalangan perbankan dan lembaga pembiayaaan yang lain, begitu meilhat adanya booming di pasar realestate mereka akan berlomba lomba memberikan pinjaman dengan tidak mengindahkan lagi azas kehati hatian yang pada akhirnya menyebabkan banyaknya kredit yang tidak lancer.
- Di pihak pengembang sendiri, dengan penjualan yang semakin menurun menyebabkan beban bunga dan pengembalian pinjaman yang semakin berat, memaksa pengembang menurunkan harga jualnya agar memperoleh uang tunai, sehingga menurunkan tingkat keuntungan dan pinjaman semakin suit dikembalikan.
- Kesulitan yang dihadapi debitur menyebabkan kreditur (Perbankan dan lembaga keuangan lainnya) mulai membatasi pinjaman, menyebabkan pengembang menghentikan atau menunda pembangunan proyeknya dan konsumen juga mengurungkan niatnya membeli realestate. Proyek yang terhenti banyak kemudian yang diambil alih oleh kreditur atau dilikuidasi karena mereka tidak mampu lagi membayar kewajibannya kepada kreditur.
- Dengan lesunya pasar real estate, para pelaku pasar mulai keluar dari pasar sehingga harga properti jauh lebih dalam lagi Keadaan seperti ini berlangsung terus sampai dengan munculnya kembali kepercayaan masyarakat yang akan menyebabkan tumbuhnya kembali permintaan properti dari masyarakat, demikian dan siklus kembali berputar awal lagi.
Pasar properti memiliki empat fase
siklus. Setiap fase memiliki karakteristik tersendiri, yang patut diamati untuk
mengintip peluang investasi. Menurut pengamat properti Panangian Simanungkalit,
ada empat fase siklus pasar properti:
Pasar
Aktif (Active Market)
Pada fase ini, terjadi peningkatan
permintaan yang tidak disertai peningkatan persediaan. Hal ini membuat harga
naik, seiring dengan naiknya jumlah transaksi di pasar. Kondisi seperti ini
terjadi pada saat suku bunga dan tingkat inflasi berada di titik paling rendah.
Contoh, pada tahun 1992, dimana
bisnis perumahan terlihat begitu aktif. Meski harga naik, tetapi tingkat
permintaan tetap tinggi. Di saat seperti ini, pengembang adalah raja, sehingga
fase ini disebut sebagai seller’s market.
Pasar
Lembut (Soft Market)
Pada fase pasar lembut, terjadi
peningkatan permintaan, tetapi relatif diimbangi oleh peningkatan persediaan.
Hal ini membuat kenaikan harga akan mengakibatkan berkurangnya jumlah
transaksi, lantaran calon pembeli memiliki lebih banyak pilihan. Fase ini biasa
disebut sebagai pasar seimbang (market equilibrium). Kondisi seperti ini
umumnya terjadi setelah ekonomi booming, dimana tingkat inflasi mulai tinggi
dan ikut mendongkrak suku bunga.
Sebagai contoh, pada 1990, dimana
permintaan rumah masih tetap tinggi, namun penjualan menurun saat harga
dinaikkan. Hal ini disebabkan harga pada saat pasar aktif telah mencapai titik
jenuh.
Pasar Bebal (Dull Market)
Di fase ini, terjadi penurunan permintaan, tetapi tidak disertai penurunan persediaan. Dengan demikian, harga secara otomatis akan turun. Kondisi ini berlangsung saat ekonomi mulai terasa sulit (menuju resesi), dimana pemerintah melakukan pengetatan moneter, sementara suku bunga terus dinaikkan guna mengekang inflasi.
Contoh pada tahun 1997, dimana
suplai masih tinggi, sementara permintaan terus menurun, karena daya beli
masyarakat juga menurun. Di masa seperti ini, tak sedikit orang menjual
properti, karena memerlukan dana likuid alias jual karena butuh.
Di pasar primer, melihat penjualan
yang makin menurun, biasanya pengembang menurunkan harga jual dengan memberikan
banyak insentif dan diskon. Dengan demikian, pembeli akan menikmati keuntungan,
karena bisa membeli properti dengan harga lebih murah. Oleh karena itu, fase
ini sering disebut buyer’s market.
Pasar
Lemah (Weak Market)
Di saat pasar lemah, terjadi
penurunan permintaan, tetapi relatif diimbangi dengan penurunan persediaan.
Fase ini berlangsung setelah masa resesi ekonomi, dimana kondisi ekonomi mulai
normal dan menuju pada fase recovery (pemulihan).
Contoh, pada 1996 permintaan rumah
turun akibat tingginya suku bunga KPR yang disertai dengan turunnya persediaan
(supply), karena banyak pengembang menghentikan pembangunan. Bila harga
diturunkan—terutama pada pasar menengah ke bawah—dan pembeli diberi berbagai
fasilitas dan kemudahan, maka tingkat penjualan bisa ditingkatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar