Postingan ini bukan cerita. Sejak awal memang begitu. Jadi jangan berpikir setelah kamu membaca judul di atas, maka kamu akan mendapat jawaban dari pertanyaan yang sejenis dengan: “Ada apa dengan setan pecinta kayu manis?” dan mungkin yang ada dibenak kamu saat membaca judul tersebut adalah: “Ini pasti fiksi.”
Kalau postingan ini bukan cerita, lalu apa? Seluruh paragraf di bawah ini adalah penjelasannya.
Jadi, postingan ini saya tulis melalui jari – jari saya yang menari – nari di atas keyboard dengan bertujuan untuk menceritakan sebuah cerita yang telah diceritakan sebelumnya dalam sebuah cerita. Sepertinya membingungkan. Ya :)
Disini lah kamu ‘seharusnya’ menyiapkan diri untuk membaca dua kali kalimat yang saya tulis karena mungkin akan menjadi hal yang sepertinya sangat tidak masuk akal tetapi bisa menjadi masuk akal jika hal tersebut merupakan rahasia Tuhan yang cara pemikirannya tidak terjangkau manusia.
Postingan ini bukan pencerahan rohani.
Namun hanya hiburan semata (hiburan kok kalimatnya membingungkan ~.~)
Jujur saja. Beberapa waktu yang lalu, sepulang sekolah saya menyempatkan mengunjungi toko yang menarik sekali bagi saya. Toko itu melayani penyewaan VCD/DVD, novel, penjualan penak pernik lucu, jilbab, accessories, jaket, dan lain lain (niat saya teh bukan promosi toko).
Nah, timbul dalam benak saya, lama juga tidak membaca novel. Malas kalau saya harus membeli. Maklum lah, saya anak kost, mau nggak mau musti hemat. Ntar kalo udah kumpul lagi bareng keluarga baru ‘kewajiban hidup hemat’ dipause sementara. Hehe :)
Saya menemukan novel yang judulnya unik di mata saya. Ya. The Devil Loves Cinnamon. Setelah saya baca sampai selesai dari awal sampai akhir saya merasa sangat puas. Saya suka bagian endingnya. Biasanya, pembuatan cerita, hal tersulit adalah dalam akhir cerita. Dan tiap saya ingat akan novel ini, saya tersenyum. Excellent.
Sinopsisnya sebagai berikut:
Novel ini diterbitkan oleh Gagas Media. Pengarangnya adalah Ima Marsczha.
Penulisan cerita ini berawal dari sebuah pemikiran. Ketika satu ‘’jika’’ berujung di ‘’jika’’ yang lain. Di saat ‘’seandainya’’ membuka jalan bagi sesama ‘’seandainya’’. Sewaktu ‘’mungkin’’ demi ‘’mungkin’’ saling membimbing. Menuju sebuah cerita kehidupan.
Tanpa maksud memberikan interpretasi apa pun, cerita ini ditulis untuk memperkuat alas an manusia untuk tetap saling menebarkan cinta. Karena ‘’jika’’ setan itu memang ada dan ‘’seandainya’’ cinta itu memang seindah surge, ‘’mungkin’’ setan juga bias jatuh cinta. Lalu ‘’jika’’ setan memang bias jatuh cinta dan ‘’seandainya’’ cerita ini memang terjadi, ‘’mungkin’’ manusia sebaiknya berhenti mencari alasan untuk berhenti mencintai.
Apakah setan memang benar – benar ada?
Apakah surga itu memang nyata?
Apakah kisah ini memang terjadi?
Beberapa hal memang sepantasnya dibiarkan menjadi rahasia Tuhan.